Kamis, 12 April 2012

Hubungan Antara Shadow Banking, Sektor Informal, dan Bank


Alur Keuangan Sektor Informal



Dalam dunia bisnis terdapat dua macam sektor, yakni sektor formal dan sektor informal.  Sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang tidak terdaftar jalur kegiatan produksinya secara resmi, seperti propertinya, jumlah produksinya, kontrak, dan yang berkaitan dengan pajak. Begitu banyak contoh sektor informal, di antaranya pedagang asongan, supir angkot, serta pemilik warung. Penyebab besarnya sector informal antara lain karena birokrasi yang rumit, pajak yang terlalu tinggi, lemahnya institusi hukum, dan gagalnya kebijakan ekonomi negara. Sektor ini tidak memiliki konotasi negatif, bahkan sering diakui sebagai pengaman dari gagalnya pembangunan ekonomi oleh negara.
Sector informal sebenarnya dapat dikembangkan sehingga akan menghasilkan suatu usaha yang besar dan dapat meningkatkan pendapatan negara. Namun, kebanyakan dari mereka salah dalam mengolah keuangannya, sehingga yang terjadi hanyalah kegagalan dalam usaha yang mengakibatkan kebangkrutan. Bagaimakah mereka mengolah keuangannya? Mari kita analisis. Pertama kita harus tahu dari mana kah mereka mendapatkan modal awal, modal adalah hal yang sangat penting dalam melakukan sebuah usaha. Kebanyakan dari mereka ternyata memperoleh modal dari shadow banking. Shadow banking adalah lembaga non-bank, yaitu lembaga keuangan mikro yang beroperasi seperti bank yakni menghimpun dana dan menyalurkannya berupa kedit atau investasi. Bunga pinjaman yang di berikan oleh shadow banking terbilang tinggi sekitar 20% hingga 90%, sedangkan bunga pinjaman di bank hanya sekitar 10% hingga 20%. Seharusnya masyarakat informal lebih memilih meminjam dana di bank, akan tetapi persyaratan dalam mengurus peminjaman yang begitu rumit sehingga membuat sector informal lebih memilih shadow banking sebagai alternatifnya. Belum lagi faktor edukasi, karena rata-rata dari sector informal memiliki pendidikan yang rendah, sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan mengenai bank hanya sedikit.
Pendapatan yang diperoleh oleh sector informal terbilang cukup tinggi, contohnya saja warteg. Seorang pemilik warteg dapat memperoleh laba bersih mencapai seratus ribu per harinya, apabila di akumulasikan hinga satu bulan, maka pendapatan bersih yang mereka terima mencapai tiga juta rupiah. Selanjutnya sopir angkot, sopir angkot yang dimaksud ialah pemilik sekaligus sopir angkot. Mereka dapat memperoleh penghasilan bersih sekitar delapan puluh ribu per hari. Berdasarkan kedua contoh tadi, dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya sector informal memiliki pendapatan yang rendah. Namun ironisnya mereka tidak bisa menabung dikarenakan harus membayar bunga pinjaman yang sangat tinggi kepada shadow banking. Sekalipun mereka menabung, bank bukan lah tempat yang dijadikan sebagai sarana penyimpanan uangnya. Mereka menganggap lebih aman jika di tabung di rumah ataupun shadow banking menjadi pilihan dalam menghimpun dana-dana mereka. Padahal bank adalah lembaga yang mampu menjamin uang nasabahnya dan lembaga yang sangat aman dalam menyimpan uang. Masalah lain yang di hadapi adalah bagaimana jika mereka tidak mampu membayar pinjaman pada shadow banking? Tidak selamanya usaha yang mereka miliki selalu mulus, pastilah sesekali terjadi kegagalan. Nah hal ini lah yang menjadi masalah baru bagi mereka, terlebih mereka harus membayar bunga pinjaman yang cukup tinggi. Akibatnya, bisa saja terjadi kebangkrutan pada usaha mereka.
Kalau sudah begitu tak ada yang bisa di salahkan. Maka dari itu, pengetahuan tentang bank sangatlah penting, terlebih bagi sektor informal. Bank seharusnya memberikan penyuluhan kepada sektor-sektor informal, agar mereka lebih bijak dalam menentukan tempat untuk meminjam dan menyimpan uang. Selain itu perlu pula peninjauan terhadap syarat peminjaman uang di bank, karena tidak semua orang menganggap meminjam di bank itu mudah, sebagian dari mereka menganggap bahwa meminjam di bank itu sulit dan memerlukan syarat yang rumit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar